Pamekasan merupakan salah satu kota ternama
yang ada di Madura. Pamekasan saat ini sedang merajut masa depan yang meluas. Mulai dari kabupaten dengan predikat kota pendidikan
Madura, kota budaya, kota gerbang salam, hingga Pamekasan sebagai kota batik
(Dinas P & K Kab. Pamekasan, 2006: 12 ). Di Madura sendiri tentunya banyak
terdapat kebudayaan termasuk di Pamekasan. Di kabupaten Pamekasan ini ada
beberapa kebudayaan. Di Pamekasan alat seperti keris masih menjadi sebuah benda
yang sakral. Para kaum tua banyak yang mempunyai keris yang mereka simpan
selama bertahun-tahun. Keris ini dipercaya mempunyai kekuatan dan mereka
merawat keris tersebut. Ada pula yang menganggap keris tersebut merupakan wujud
dari nenek moyang atau sesepuh mereka.
Selain keris, ada pula sebuah tradisi di Pamekasan yang
diperingati setiap satu tahun sekali. Tentunya nama Kerapan Sapi tidak asing
lagi di telinga kita. Kerapan Sapi merupakan sebuah tradisi yang dipatenkan
sebagai tradisi orang Madura. Kerapan Sapi ini merupakan balapan yang terdiri
dari dua ekor sapi dan satu joki. Kerapan sapi ini biasanya setiap bulan bahkan
setiap minggu dilaksanankan. Akan tetapi ajang bergengsi dari Kerapan Sapi ini
biasanya diperingati setiap satu tahun sekali. Ajang ini disebut ajang
bergengsi karena memperebutkan Piala Presiden. Ajang bergengsi ini biasanya
diselenggarakan di Stadion Hadiwidjojo yang berada di daerah Lawangan Daya.
Mayoritas penonoton Kerapan sapi ini adalah laki-laki. Biasanya kerapan sapi
ini dimulai dari pagi sampai sore hari.
Tradisi yang lain selain Kerapan Sapi adalah Sapeh Sonok.
Sapeh sono’ ini biasanya dilaksanankan setiap tahunnya di Karesidenan tepat
sebelah Utara jantung hati Pamekasan. Berbeda dengan Kerapan Sapi, Sapeh Sonok
ini dalam dandanannya lebih heboh dari Kerapan Sapi. Disini sapi didandani
dengan berbagai macam atribut agar sapi tersebut terlihat cantik. Dan
selanjutnya akan dilakukan penilaian kepada sapi-sapi tersebut. Setelah acara
Sapeh Sonok ini pada malam harinya akan diadakan acara yang dianggap sakral yang
dinamakan “Semalam di Madura” yang dilaksanakan di jantung hati Pamekasan atau
yang lebih dikenal dengan Arek Lancor. Acara ini memperkenalkan
kesenian-kesenian yang ada di Madura khususnya Pamekasan. Misalnya saja seni
tari, seni musik dan seni suara. Banyak orang yang ingin menonton acara ini.
Akan tetapi hanya para tamu undangan yang boleh masuk. Yang tidak memiliki
undangan hanya dapat melihat dari luar.
Ada pula tradisi menjemput sanak saudara yang naik haji.
Biasanya para sanak keluarga bahkan tetangga beramai-ramai diajak untuk
menjemput iring-iringan haji. Menjelang subuh biasanya mereka sudah memadati
sepanjang jalan yang akan dilewati oleh rombongan haji tersebut. Macet pun
tidak dapat dihindari. Anak-anak yng berniat ke sekolah biasanya akan datang
terlambat datang ke sekolah karena terjebak macet, bahkan tidak jarang mereka
akan memilih berjalan kaki ke sekolah. Sepanas apapun cuaca pada hari itu
orang-orang yang sudah menunggu terlihat sangat antusias menunggu kedatangan
haji tersebut. Apabila rombongan haji tersebut sudah tiba para sanak saudara
yang sudah menunggu akan berbondong-bondong masuk ke mobil dan mengikuti
rombongan haji tersebut. Biasanya rombongan haji tersebut akan dikawal dengan
puluhan sepeda motor yang akan berkonfoi. Dan ajang menjemput haji ini bisa
terbilang cukup unik karena apabila sudah terdengar bunyi sepeda motor yang
berkonfoi tadi orang-orang akan keluar rumah dan menonton rombongan haji yang
lewat. Para haji pun akan melambaikan tangan dari dalam mobil.
Ada pula tradisi roka tasek atau petik laut. Tradisi ini
bertujuan untuk keselamatan para nelayan. Dalam tradisi ini biasanya warga
melarung sesajen yang berisi hasil bumi dan kepala kambing ke tengah laut.
Semua warga, baik yang tua maupun yang muda biasanya larut dalam suasana
upacara tersebut. Sesaji berupa kepala kambing, buah-buahan, nasi kuning dan
air kembang yang dikumpulkan agar mendapat barokah dimasukkan ke replica
perahu. Sebelum upacara petik laut dimulai, warga menggelar tahlil, doa
bersama, dan sholat dzuhur berjamaah, setelah itu warga akan mengarak sesaji.
Dengan diiringi musik tradisional ulda-ul khas Madura, sesaji diarak keliling
kampong menuju pantai. Sesaji yang akan dilarung ke tengah laut dinaikkan ke
atas perahu. Setelah sampai di tengah laut sesaji akan dilepas dan warga
berebut memperoleh sesaji yang diyakini mendatangkan berkah dan rejeki (Tim
liputan IJS, diakses 23 Maret 2013).
Itulah beberapa contoh tradisi yang ada di Pamekasan. Kebudayaan
akan terus bertahan tergantung dengan kelompok masyarakat yang menjalankannya.
Namun kebudayaan setiap jamannya akan mengalami perubahan sesuai dengan keadaan
yang ada namun tidak menghilangkan sifat asli dari kebudayaan tersebut.
Perubahan kebudayaan dapat berjalan lamban, memakan waktu lama, atau dapat
memakan waktu yang relatif singkat. Proses-proses yang terlibat dalam perubahan
kebudayaan itu adalah penemuan baru, difusi, hilangnya unsur kebudayaan, dan
akulturasi (Haviland, 1985: 253). Saat ini banyak kaum muda yang tidak
melestarikan kebudayaannya karena dianggap sudah tidak jaman atau jadul. Selain
itu banyak yang pindah ke daerah lain dan mereka juga mendapat kebudayaan baru
di daerah mereka yang baru. Hal itu juga menyebabkan kebudayaan mereka di
daerah asal akhirnya akan hilang juga digantikan dengan kebudayaan baru yang
saat ini mereka tinggali.
Pamekasan merupakan salah satu kota ternama
yang ada di Madura. Pamekasan saat ini sedang merajut masa depan yang meluas. Mulai dari kabupaten dengan predikat kota pendidikan
Madura, kota budaya, kota gerbang salam, hingga Pamekasan sebagai kota batik
(Dinas P & K Kab. Pamekasan, 2006: 12 ). Di Madura sendiri tentunya banyak
terdapat kebudayaan termasuk di Pamekasan. Di kabupaten Pamekasan ini ada
beberapa kebudayaan. Di Pamekasan alat seperti keris masih menjadi sebuah benda
yang sakral. Para kaum tua banyak yang mempunyai keris yang mereka simpan
selama bertahun-tahun. Keris ini dipercaya mempunyai kekuatan dan mereka
merawat keris tersebut. Ada pula yang menganggap keris tersebut merupakan wujud
dari nenek moyang atau sesepuh mereka.
Selain keris, ada pula sebuah tradisi di Pamekasan yang
diperingati setiap satu tahun sekali. Tentunya nama Kerapan Sapi tidak asing
lagi di telinga kita. Kerapan Sapi merupakan sebuah tradisi yang dipatenkan
sebagai tradisi orang Madura. Kerapan Sapi ini merupakan balapan yang terdiri
dari dua ekor sapi dan satu joki. Kerapan sapi ini biasanya setiap bulan bahkan
setiap minggu dilaksanankan. Akan tetapi ajang bergengsi dari Kerapan Sapi ini
biasanya diperingati setiap satu tahun sekali. Ajang ini disebut ajang
bergengsi karena memperebutkan Piala Presiden. Ajang bergengsi ini biasanya
diselenggarakan di Stadion Hadiwidjojo yang berada di daerah Lawangan Daya.
Mayoritas penonoton Kerapan sapi ini adalah laki-laki. Biasanya kerapan sapi
ini dimulai dari pagi sampai sore hari.
Tradisi yang lain selain Kerapan Sapi adalah Sapeh Sonok.
Sapeh sono’ ini biasanya dilaksanankan setiap tahunnya di Karesidenan tepat
sebelah Utara jantung hati Pamekasan. Berbeda dengan Kerapan Sapi, Sapeh Sonok
ini dalam dandanannya lebih heboh dari Kerapan Sapi. Disini sapi didandani
dengan berbagai macam atribut agar sapi tersebut terlihat cantik. Dan
selanjutnya akan dilakukan penilaian kepada sapi-sapi tersebut. Setelah acara
Sapeh Sonok ini pada malam harinya akan diadakan acara yang dianggap sakral yang
dinamakan “Semalam di Madura” yang dilaksanakan di jantung hati Pamekasan atau
yang lebih dikenal dengan Arek Lancor. Acara ini memperkenalkan
kesenian-kesenian yang ada di Madura khususnya Pamekasan. Misalnya saja seni
tari, seni musik dan seni suara. Banyak orang yang ingin menonton acara ini.
Akan tetapi hanya para tamu undangan yang boleh masuk. Yang tidak memiliki
undangan hanya dapat melihat dari luar.
Ada pula tradisi menjemput sanak saudara yang naik haji.
Biasanya para sanak keluarga bahkan tetangga beramai-ramai diajak untuk
menjemput iring-iringan haji. Menjelang subuh biasanya mereka sudah memadati
sepanjang jalan yang akan dilewati oleh rombongan haji tersebut. Macet pun
tidak dapat dihindari. Anak-anak yng berniat ke sekolah biasanya akan datang
terlambat datang ke sekolah karena terjebak macet, bahkan tidak jarang mereka
akan memilih berjalan kaki ke sekolah. Sepanas apapun cuaca pada hari itu
orang-orang yang sudah menunggu terlihat sangat antusias menunggu kedatangan
haji tersebut. Apabila rombongan haji tersebut sudah tiba para sanak saudara
yang sudah menunggu akan berbondong-bondong masuk ke mobil dan mengikuti
rombongan haji tersebut. Biasanya rombongan haji tersebut akan dikawal dengan
puluhan sepeda motor yang akan berkonfoi. Dan ajang menjemput haji ini bisa
terbilang cukup unik karena apabila sudah terdengar bunyi sepeda motor yang
berkonfoi tadi orang-orang akan keluar rumah dan menonton rombongan haji yang
lewat. Para haji pun akan melambaikan tangan dari dalam mobil.
Ada pula tradisi roka tasek atau petik laut. Tradisi ini
bertujuan untuk keselamatan para nelayan. Dalam tradisi ini biasanya warga
melarung sesajen yang berisi hasil bumi dan kepala kambing ke tengah laut.
Semua warga, baik yang tua maupun yang muda biasanya larut dalam suasana
upacara tersebut. Sesaji berupa kepala kambing, buah-buahan, nasi kuning dan
air kembang yang dikumpulkan agar mendapat barokah dimasukkan ke replica
perahu. Sebelum upacara petik laut dimulai, warga menggelar tahlil, doa
bersama, dan sholat dzuhur berjamaah, setelah itu warga akan mengarak sesaji.
Dengan diiringi musik tradisional ulda-ul khas Madura, sesaji diarak keliling
kampong menuju pantai. Sesaji yang akan dilarung ke tengah laut dinaikkan ke
atas perahu. Setelah sampai di tengah laut sesaji akan dilepas dan warga
berebut memperoleh sesaji yang diyakini mendatangkan berkah dan rejeki (Tim
liputan IJS, diakses 23 Maret 2013).
Itulah beberapa contoh tradisi yang ada di Pamekasan. Kebudayaan
akan terus bertahan tergantung dengan kelompok masyarakat yang menjalankannya.
Namun kebudayaan setiap jamannya akan mengalami perubahan sesuai dengan keadaan
yang ada namun tidak menghilangkan sifat asli dari kebudayaan tersebut.
Perubahan kebudayaan dapat berjalan lamban, memakan waktu lama, atau dapat
memakan waktu yang relatif singkat. Proses-proses yang terlibat dalam perubahan
kebudayaan itu adalah penemuan baru, difusi, hilangnya unsur kebudayaan, dan
akulturasi (Haviland, 1985: 253). Saat ini banyak kaum muda yang tidak
melestarikan kebudayaannya karena dianggap sudah tidak jaman atau jadul. Selain
itu banyak yang pindah ke daerah lain dan mereka juga mendapat kebudayaan baru
di daerah mereka yang baru. Hal itu juga menyebabkan kebudayaan mereka di
daerah asal akhirnya akan hilang juga digantikan dengan kebudayaan baru yang
saat ini mereka tinggali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar