Rabu, 08 Oktober 2014

Pamekasan



Pamekasan merupakan salah satu kota ternama yang ada di Madura. Pamekasan saat ini sedang merajut masa depan yang meluas. Mulai dari kabupaten dengan predikat kota pendidikan Madura, kota budaya, kota gerbang salam, hingga Pamekasan sebagai kota batik (Dinas P & K Kab. Pamekasan, 2006: 12 ). Di Madura sendiri tentunya banyak terdapat kebudayaan termasuk di Pamekasan. Di kabupaten Pamekasan ini ada beberapa kebudayaan. Di Pamekasan alat seperti keris masih menjadi sebuah benda yang sakral. Para kaum tua banyak yang mempunyai keris yang mereka simpan selama bertahun-tahun. Keris ini dipercaya mempunyai kekuatan dan mereka merawat keris tersebut. Ada pula yang menganggap keris tersebut merupakan wujud dari nenek moyang atau sesepuh mereka.

Selain keris, ada pula sebuah tradisi di Pamekasan yang diperingati setiap satu tahun sekali. Tentunya nama Kerapan Sapi tidak asing lagi di telinga kita. Kerapan Sapi merupakan sebuah tradisi yang dipatenkan sebagai tradisi orang Madura. Kerapan Sapi ini merupakan balapan yang terdiri dari dua ekor sapi dan satu joki. Kerapan sapi ini biasanya setiap bulan bahkan setiap minggu dilaksanankan. Akan tetapi ajang bergengsi dari Kerapan Sapi ini biasanya diperingati setiap satu tahun sekali. Ajang ini disebut ajang bergengsi karena memperebutkan Piala Presiden. Ajang bergengsi ini biasanya diselenggarakan di Stadion Hadiwidjojo yang berada di daerah Lawangan Daya. Mayoritas penonoton Kerapan sapi ini adalah laki-laki. Biasanya kerapan sapi ini dimulai dari pagi sampai sore hari.

Tradisi yang lain selain Kerapan Sapi adalah Sapeh Sonok. Sapeh sono’ ini biasanya dilaksanankan setiap tahunnya di Karesidenan tepat sebelah Utara jantung hati Pamekasan. Berbeda dengan Kerapan Sapi, Sapeh Sonok ini dalam dandanannya lebih heboh dari Kerapan Sapi. Disini sapi didandani dengan berbagai macam atribut agar sapi tersebut terlihat cantik. Dan selanjutnya akan dilakukan penilaian kepada sapi-sapi tersebut. Setelah acara Sapeh Sonok ini pada malam harinya akan diadakan acara yang dianggap sakral yang dinamakan “Semalam di Madura” yang dilaksanakan di jantung hati Pamekasan atau yang lebih dikenal dengan Arek Lancor. Acara ini memperkenalkan kesenian-kesenian yang ada di Madura khususnya Pamekasan. Misalnya saja seni tari, seni musik dan seni suara. Banyak orang yang ingin menonton acara ini. Akan tetapi hanya para tamu undangan yang boleh masuk. Yang tidak memiliki undangan hanya dapat melihat dari luar.

Ada pula tradisi menjemput sanak saudara yang naik haji. Biasanya para sanak keluarga bahkan tetangga beramai-ramai diajak untuk menjemput iring-iringan haji. Menjelang subuh biasanya mereka sudah memadati sepanjang jalan yang akan dilewati oleh rombongan haji tersebut. Macet pun tidak dapat dihindari. Anak-anak yng berniat ke sekolah biasanya akan datang terlambat datang ke sekolah karena terjebak macet, bahkan tidak jarang mereka akan memilih berjalan kaki ke sekolah. Sepanas apapun cuaca pada hari itu orang-orang yang sudah menunggu terlihat sangat antusias menunggu kedatangan haji tersebut. Apabila rombongan haji tersebut sudah tiba para sanak saudara yang sudah menunggu akan berbondong-bondong masuk ke mobil dan mengikuti rombongan haji tersebut. Biasanya rombongan haji tersebut akan dikawal dengan puluhan sepeda motor yang akan berkonfoi. Dan ajang menjemput haji ini bisa terbilang cukup unik karena apabila sudah terdengar bunyi sepeda motor yang berkonfoi tadi orang-orang akan keluar rumah dan menonton rombongan haji yang lewat. Para haji pun akan melambaikan tangan dari dalam mobil.

Ada pula tradisi roka tasek atau petik laut. Tradisi ini bertujuan untuk keselamatan para nelayan. Dalam tradisi ini biasanya warga melarung sesajen yang berisi hasil bumi dan kepala kambing ke tengah laut. Semua warga, baik yang tua maupun yang muda biasanya larut dalam suasana upacara tersebut. Sesaji berupa kepala kambing, buah-buahan, nasi kuning dan air kembang yang dikumpulkan agar mendapat barokah dimasukkan ke replica perahu. Sebelum upacara petik laut dimulai, warga menggelar tahlil, doa bersama, dan sholat dzuhur berjamaah, setelah itu warga akan mengarak sesaji. Dengan diiringi musik tradisional ulda-ul khas Madura, sesaji diarak keliling kampong menuju pantai. Sesaji yang akan dilarung ke tengah laut dinaikkan ke atas perahu. Setelah sampai di tengah laut sesaji akan dilepas dan warga berebut memperoleh sesaji yang diyakini mendatangkan berkah dan rejeki (Tim liputan IJS, diakses 23 Maret 2013).



Itulah beberapa contoh tradisi yang ada di Pamekasan. Kebudayaan akan terus bertahan tergantung dengan kelompok masyarakat yang menjalankannya. Namun kebudayaan setiap jamannya akan mengalami perubahan sesuai dengan keadaan yang ada namun tidak menghilangkan sifat asli dari kebudayaan tersebut. Perubahan kebudayaan dapat berjalan lamban, memakan waktu lama, atau dapat memakan waktu yang relatif singkat. Proses-proses yang terlibat dalam perubahan kebudayaan itu adalah penemuan baru, difusi, hilangnya unsur kebudayaan, dan akulturasi (Haviland, 1985: 253). Saat ini banyak kaum muda yang tidak melestarikan kebudayaannya karena dianggap sudah tidak jaman atau jadul. Selain itu banyak yang pindah ke daerah lain dan mereka juga mendapat kebudayaan baru di daerah mereka yang baru. Hal itu juga menyebabkan kebudayaan mereka di daerah asal akhirnya akan hilang juga digantikan dengan kebudayaan baru yang saat ini mereka tinggali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar